Surprise Me!

FPI Tak Lagi Punya 'Legal Standing' Sebagai Ormas

2021-01-01 1,905 Dailymotion

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejak tak mendapat izin tetap menjadi ormas pada 20 Juni 2019, Front Pembela Islam (FPI) dianggap bubar oleh pemerintah.

Ini jadi dasar yang diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD saat melarang kegiatan FPI mulai 30 Desember 2020.

Menurut pakar hukum tata negara, semestinya yang tepat jadi alasan melarang FPI adalah kegiatannya yang kerap melanggar hukum.

Tiga video ditunjukkan Menko Polhukam Mahfud MD di akhir pengumuman pelarangan kegiatan FPI di Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Seluruhnya ada lima video yang ditampilkan pemerintah sebagai dasar melarang seluruh kegiatan FPI.

Melanggar hukum, inilah sebetulnya yang menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, sebagai alasan yang ingin diungkapkan pemerintah dalam melarang FPI.

Namun alasan ini malah jadi dasar kedua yang dicantumkan dalam surat keputusan bersama enam pejabat tinggi kementerian dan lembaga negara.

Sementara dasar pertama dalam SKB adalah karena FPI tak lagi secara De Yure atau fakta hukum sebagai ormas sejak tak lagi diperpanjang keanggotannya yang berakhir pada 20 Juni 2019.

Pasca dibubarkan pemerintah, Kuasa Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro menyatakan Pemimpin FPI Rizieq Shihab yang kini ditahan di Polda Metro Jaya meminta agar perlawanan dilakukan dalam koridor hukum.

FPI akan mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara.

Petinggi Nahdlatul Ulama menyarankan FPI menaati aturan bila tetap ingin kembali menjadi ormas.

Sementara petinggi Muhammadiyah menyarankan masyarakat tak menyikapi pelarangan FPI sebagai anti islam.

FPI sudah dianggap pemerintah bubar sejak 20 Juni 2019.

Kegiatannya sudah dilarang per 30 Desember 2020.

Sementara pemimpinnya, Rizieq Shihab, sedang ditahan di Polda Metro Jaya, atas tuduhan menghasut dalam kasus kerumunan di Petamburan dan menjadi tersangka di kasus kerumunan di Megamendung, Jawa Barat.

Sementara penembakan enam anggota FPI oleh polisi kini masih menunggu hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.