JAKARTA, KOMPAS.TV - Di awal lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, protes terjadi di berbagai daerah.
Kekhawatiran buruh saat itu berkaitan dengan hak pesangon yang lebih kecil, pemangkasan cuti, jam kerja yang lebih panjang demi kepentingan produksi, serta meningkatnya jumlah pekerja kontrak dibandingkan karyawan tetap.
Hak pesangon sendiri termasuk dalam klaster yang dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2024.
Namun, yang dibahas oleh Kompas Bisnis kali ini adalah soal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penciptaan lapangan kerja.
Memasuki tahun 2025, bahkan menjelang Ramadan, ancaman PHK masih terasa nyata. PHK terjadi di berbagai sektor, menimbulkan pertanyaan, apakah memang sesulit itu mencari pekerjaan atau bertahan di tempat kerja sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja?
Di Kabupaten Cirebon, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menggelar aksi unjuk rasa setelah adanya PHK massal di pabrik alas kaki Yihong Novatex Indonesia.
Unjuk rasa yang digelar di depan Kantor Bupati Cirebon pada Selasa, 11 Maret 2025, sempat diwarnai kericuhan.
Koordinator aksi KASBI, Suryana, menyebut bahwa pada 10 Maret 2025, Yihong Novatex Indonesia telah melakukan PHK sepihak terhadap sekitar 1.500 pekerja.
Setelah terjadinya kericuhan, Pemerintah Kabupaten Cirebon akhirnya menemui perwakilan buruh dan berjanji akan melakukan mediasi dengan pihak perusahaan.
Bagaimana sebenarnya ancaman badai PHK ini? Apakah Undang-Undang Cipta Kerja benar-benar efektif? Kita akan membahasnya bersama Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar.
Baca Juga Menaker Bakal Temui Sritex, Perjuangkan THR untuk Karyawan Korban PHK! di https://www.kompas.tv/regional/579724/menaker-bakal-temui-sritex-perjuangkan-thr-untuk-karyawan-korban-phk
#phk #uuciptakerja #karyawan
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/regional/579752/badai-phk-uu-cipta-kerja-tidak-relevan-di-era-prabowo
